Aku menapaki jalan setapak yang basah
dan becek karena baru saja telah turun hujan. Jalan ini lengang, tak ada
satu orangpun yang lewat, kecuali aku. Aku takut, tapi aku berusaha
untuk melawan rasa takutku, dan bergegas ingin sampai kerumah. Aku baru
saja pulang dari kursus memasak. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
Tapi, aku belum juga sampai dirumah dikarenakan jalan yang becek,
membuatku sulit untuk berjalan. Jalan ini licin, aku takut terpeleset.
Dan tiba-tiba. . . . . . . .
BRAKKK!!!!!!! Aku terjatuh. Sakit memang, tapi aku harus bangun. Kondisi badanku yang memang kurang enak, membuatku tidak ingin melanjutkan perjalanan. Tapi aku harus pulang. Akhirnya, pukul 9.30 malam aku sampai dirumah.
Sinar Mentari |
“Dari mana saja kamu nduk..?” tanya Ibuku
“Maaf Bu, aku tadi pulang dari kursus memasak, tapi karena jalanan licin dan becek aku tidak bisa cepat-cepat Bu. Aku takut jatuh, ini aja aku udah jatuh..” Jawabku
“Aduh Sinar, Ibu kan sudah bilang, kamu tidak usah lagi ikut kursus yang tidak penting itu nduk. Ibu bisa mengajari kamu memasak tanpa perlu kursus-kursus. Kondisi kamu tidak seperti teman-temanmu yang sehat nduk. Kamu perlu banyak istirahat. Nanti penyakitmu kambuh kalau kamu terlalu banyak aktivitas..” kata Ibu cemas.
“Tapi Bu. . . .”
“Tidak ada tapi-tapian nak. Ibu tidak ingin kamu jatuh sakit lagi. Ibu tidak ingin kehilangan kamu nduk. Untuk kali ini saja, turuti Ibu sayang.” Kata Ibu
“Aku gak bisa Bu. Maafin aku. Aku senang memasak, aku gak bisa tanpa memasak Bu. Aku ingin menjadi hebat seperti chef-chef yang terkenal yang sering muncul di TV itu Bu.” Kataku
“Jangan bodoh Sinar! Kamu ini sakit! Kamu tidak seperti teman-temanmu yang sehat. Kamu harusnya lebih memperhatikan kesehatanmu nak.” Kata Ibu
“Iya Bu. Aku tau kalau aku ini penyakitan. Tapi, apa aku gak boleh, mengejar cita-citaku Bu? Gak boleh? Saat aku memasak, aku merasa lebih senang dan lupa akan semua penyakit yang menimpaku Bu. Saat aku memasak, aku merasa sangat tenang. Aku mohon Bu, izinkan aku untuk tetap kursus memasak..” pintaku
“Baiklah Sinar jika itu kemauanmu. Ibu ingin yang terbaik untukmu nak. Tapi kamu harus ingat, kamu harus menjaga kesehatanmu, supaya penyakitmu tidak gampang kambuh..” kata Ibu
“Iya Bu. Makasih yah Bu (sambil memeluk Ibu)”
“Iya nduk. Sekarang kamu tidur yah, besok kan kamu harus sekolah.” Kata Ibu
“Baik Bu..” jawabku
Aku pun masuk kedalam kamar dan bersiap-siap untuk tidur. Yah, beginilah keadaanku. Tinggal di rumah yang sederhana dengan seorang Ibu yang begitu menyayangiku. Ayahku sudah lama telah tiada. Aku mempunyai seorang adik perempuan dan seorang kakak laki-laki. Namaku, Sinar Mentari. Yah, nama yang sangat indah untuk kumiliki. Aku senang dengan namaku itu. Sudah 2 tahun ini, aku divonis Dokter mengidap Leukimia. Dokter memprediksikan, bahwa umurku tidak akan lama lagi. Tapi buktinya, sampai saat ini aku masih bisa bertahan demi orang-orang yang kucintai. Demi Ibu, Kak Radit, dan Savira. Aku sangat menyayangi mereka. Aku sekarang sedang duduk di kelas X SMA. Aku sangat hobi sekali memasak. Dulu, Ibuku menentang hobiku itu, karena dia pikir dengan aku kursus memasak, aku akan menghabiskan banyak tenaga sehingga aku kecape’an, dan akhirnya penyakitku kambuh lagi. Tapi sekarang, Ibu sudah mendukung hobiku. Aku senaaaang sekali.
Keesokan harinya. . . . .
“Sinaaaaaaaaaaaaarrrr!!! Baaaaaannnggguuuunnnn!!! Teriak Kak Radit tepat di telingaku.
“(kaget) apaan sih Kak Radit. Aku masih ngantuk.” Jawabku bermalas-malasan
“Yasudah kalau kamu gak mau sekolah, tidur aja terus. Kakak udah mau berangkat nih.” Kata Kak Radit
“Emangnya ini jam berapa sih Kak?” tanyaku
“Jam setengah 7.” Kata Kak Radit sambil berlalu keluar dari kamarku
“Apaaaa!!! Aduh Kak Raaaaaaaaaddddiiiiiittt!! Kenapa gak bilang dari tadi kalau udah jam segini. Aku kan bisa telat! Kak Radiiiitt!!” kataku memanggil Kak Radit
“Yah salah sendiri. Udah yah, kakak berangkat dulu. Assalamualaikum Sinar..” kata Kak Radit sambil meninggalkanku, dia pergi dengan tawa bahagia karena adiknya telat.
“Walaikumsalam, eh Kak Radit! Aduuh. Tungguin dong, aku mandinya kilat deh.. Kak, Kak Radit..” kataku
“Gak mau ah. Nanti kakak telat lagi. Hahahahaha!!” kata Kak Radit
“IIIIHHHHH!! Kak Radit NYEBELIN!!” kataku
Akupun bergegas untuk mandi dan bersiap-siap kesekolah. Gara-gara telat, aku jadi lupa sarapan dan lupa mengambil uang saku. Alhasil, aku jalan bahkan sedikit berlari untuk mencapai sekolahku yang jaraknya kurang lebih 1km dari rumahku. Saat perjalanan kesekolah, tiba-tiba saja ada motor yang berhenti tepat disebelahku. Akupun menengok dan. . . . .
“Telat yah?” tanya Reyhan, teman sekolahku
“Oh kamu Rey. Aku kira siapa. Iya nih. Mana Kak Radit gak mau antarin aku lagi. Nyebelin!” jawabku
“Hahahaha! Habisnya kamu telat sih, jelaslah Kak Radit gak mau antarin kamu. Yaudah, bareng aku aja yuk..” ajak Rey
“Hmm. Iya deh.” Jawabku
Akupun naik keatas motor Reyhan. Reyhan adalah teman sekolahku. Tepatnya, teman sekelasku sekaligus sahabat baikku. Aku sangat suka padanya, karena dia baik. Bukan suka yang gimana-gimana loh. Hihihih. Reyhan ganteeeng banget. Banyak cewe-cewe disekolah yang naksir dia. Tapi, dia gak mau. Mungkin Reyhan trauma sama cewe kali yah. Tapi gak papa sih, Reyhan tetap sahabat baikku, seperti apapun dirinya. Aku sayang Reyhan.
Sesampainya disekolah. . . . . . .
“Sampai didepan gerbang yah aja tuan putri yang cantik.” Kata Reyhan
“Ih! Apaan sih Rey.? Hahahah! Iya deh. Makasih yah, pangeran yang buruk rupa.” Jawabku
“Eh! Sialan! Aku dikatain buruk rupa. Awas aja yah kamu, nanti gak aku tebengin lagi.” Kata Reyhan
“Hahahahh! Iya iya deh, sori Reyhan yang keren. Makasih yah.” Kataku
Akupun berlalu meninggalkan Reyhan yang akan memarkir motornya. Sesampainya dipintu kelas, aku melihat belum ada guru yang masuk. Syukurlah, aku tidak terlambat. Akupun lalu duduk ditempatku, dan mulai membuka-buka buku pelajaran yang akan kami pelajari hari ini. Yah, itulah kebiasaanku. Selalu membuka buku sebelum pelajarannya dimulai. Saat Reyhan masuk kedalam kelas, tepat sekali. Belpun berbunyi. Semua murid bergegas masuk kedalam kelas dan duduk ditempatnya masing-masing. Tak berapa lama kemudian, Bu Dian guru Bahasa Indonesia pun masuk. Tanpa banyak basa-basi, dia langsung mengucapkan salam dan pelajaranpun dimulai. Aku sangat suka pelajaran Bahasa Indonesia.
Tak berapa saat kemudian, bel pun berbunyi. Menandakan pergantian jam pelajaran. Tak berapa lama juga, Pak Heru guru Matematika pun masuk. Dia langsung menanyakan PR yang diberikannya minggu lalu. Kami pun langsung mengumpulkannya dan beliau pun langsung melanjutkan pelajarannya saat semua murid sudah mengumpulkan PR. Akhirnya, bel pun berbunyi. Ini menandakan istirahat telah tiba.
“Baiklah anak-anak, pelajarannya kita lanjutkan besok, sekarang sudah waktunya istirahat. Jangan lupa untuk mengerjakan tugas yang Bapak berikan. Bapak akhiri, Assalamualaikum.” Kata Pak Heru sambil meninggalkan kelasku
“Walaikumsalam” jawab murid-murid
Di kantin. . . . . . .
“Hay Sinar, lagi ngapain kamu?” sapa Reyhan tiba-tiba
“Aduh Reyhan, daritadi ngagetin terus sih. Aku lagi belajar resep buat cake nih. Hehehheh” jawabku
“Loh. Bukannya Ibu kamu melarang kamu buat ikut kursus memasak itu yah? Nanti kamu sakit lagi Sin. Kamu harus jaga kesehatan kamu. Ingat itu.” Kata Reyhan mengingatkan
“Iya Rey. Tapi itu dulu, sekarang Ibuku sudah mengizinkan untuk ikut kursus memasak itu. Aku senaaaang sekali. Ibuku akhirnya mengerti apa keinginanku.” Jawabku riang
“Wah.. Baguslah kalau begitu. Itu artinya, kamu bisa menyalurkan bakat memasakmu dan kamu bisa menjadi hebat seperti chef yang TV itu.” Kata Reyhan
“Hahahah!! Pikiranmu sama denganku Rey. Aku juga ingin menjadi seperti itu. Sangat ingin.” Kataku
“Tapi kamu harus ingat Sinar, kamu harus lebih menjaga kesehatanmu. Aku gak mau kamu sakit lagi. Kamu jangan terlalu lelah yah.” Kata Reyhan mengingatkan
“Iya Rey. Aku tau kok.” Kataku
Bel masukpun berbunyi. Semua murid-murid bergegas memasuki kelasnya masing-masing. Begitupun aku dan Reyhan. Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Akhirnya, bel yang ditunggu-tunggu pun berbunyi. Yah, bel yang menandakan waktu pulang sekolah. Semua murid lalu merapikan barang-barangnya dan memberi salam pada guru yang terakhir mengajar. Kami semua pun akhirnya pulang.
Perjalanan pulang. . . . . .
“Sinar, pulang sama siapa?” tanya Reyhan
“Gak tau nih Rey. Kayaknya Kak Radit gak jemput aku deh.” Jawabku
“Yaudah, bareng aku aja yuk, daripada kamu jalan kaki atau naik bis, ongkosnya lebih mahal, lagian pasti kamu capek juga kalau jalan kaki. Aku tau kalau kamu gak bawa uang saku kan?” kata Reyhan
“Heheh!! Iya. Yaudah deh, aku bareng kamu aja (sambil naik kemotornya Reyhan)”
“Tapi, kita makan dulu yah.” Kata Reyhan
“Terserah kamu aja Rey. Tapi traktir yah.” Jawabku
“Sip oke bos..” jawab Reyhan
Aku dan Reyhan pun tiba disebuah tempat makan. Reyhan memesankan aku makanan dan minuman. Dia juga memesan sama seperti makanan dan minumanku. Kami berdua pun makan. Setelah kenyang, aku dan Reyhan pulang. Reyhan mengantarkanku sampai kerumahku. Setibanya dirumahku, Reyhan tidak mau mampir. Katanya, ada les yang harus dia ikuti dan tidak boleh terlambat. Akupun lalu mengucapkan terimakasih padanya, lalu aku masuk kedalam rumahku. Reyhan pun pulang. Saat aku memasuki rumahku, Ibu sudah menungguku di meja makan. Ibu lalu mengajakku untuk makan siang bersama.
“Sinar, kamu sudah pulang nduk. Makan dulu yah nak, ganti baju kamu dulu.” Kata Ibu
“Aduh Bu, maaf yah. Tapi aku tadi sudah makan sama Reyhan Bu. Tadi aku pulang sama dia, jadi sekalian diajak makan sama dia.” Jawabku
“Yasudah, kamu ganti baju aja dulu. Jangan lupa shalat ya nduk.” Kata Ibu
“Oke deh Bu, Sinar kekamar dulu yah Bu.” Jawabku
Sesampainya dikamar, aku langsung ganti baju. Setelah ganti baju, aku bergegas mengambil air wudu untuk melaksanakan shalat Dhuhur. Beberapa saat kemudian, akupun selesai shalat. Aku lalu merebahkan tubuhku diatas kasur dan aku mulai menulis di buku harianku.
Ada getaran yang beda, ketika sepasang mata yang indah itu saling menatap. Ada sesuatu, yang sangat spesial dan sangat berarti maknanya bagiku. Aku ingin, jika sepasang mata yang indah itu menjadi milikku. Aku ingin memilikinya. Ingin sekali. Tuhan, apakah ini cinta? Sampai saat ini aku masih belum mengerti. Ketika aku berada dalam sebuah hutan yang gelap dan tidak ada siapapun disana, aku bisa melihat sebuah cahaya yang terang menyala. Yah, cahaya cinta dari seseorang yang memiliki sepasang mata yang indah.
Sinar
Setelah selesai menulis dibuku harianku, tanpa sadar akupun terlelap. Sampai akhirnya, adzan berkumandang. Akupun terbangun dari tidur siangku. Aku lalu mengambil air wudu dan melaksanakan shalat Ashar. Setelah selesai shalat, aku berjalan keluar kamar. Aku duduk dihalaman belakang rumahku. Aku duduk, dan terus duduk disana. Aku merenungi nasibku. Sampai kapankah aku akan bertahan hidup? Akankah aku sembuh? Ya Tuhan. Pikiranku kacau sekarang. Tanpa aku sadari, air mataku pun mengalir. Aku dengan cepat menghapusnya, sambil berkata “Tidak Sinar! Kamu orang yang kuat, kamu pasti bisa Sinar! Jangan putus asa!”
Beberapa hari kemudian. . . . .
“Oh Tuhan, sampai kapankah aku akan bertahan?” Sudah seminggu ini pikiranku diganggu oleh pertanyaan itu. Bahkan aku sampai lupa untuk kursus memasak karena aku merasa telah hancur. Aku bukanlah Sinar yang biasanya. Kali ini aku lebih rapuh dan lebih mudah putus asa. Mengapa aku seperti ini? Apakah Tuhan akan memanggilku sebentar lagi? Entahlah, yang jelas sekarang aku tidak berminat untuk melakukan apa-apa. Aku hanya berusaha untuk memperbanyak amal baikku dan terus melaksanakan perintah-perintahNya. Mungkin ini adalah sebuah firasat, kalau Tuhan akan memanggilku sebentar lagi.
Hari-hari belakangan ini selalu aku lewati dengan murung. Tak seceria biasanya. Hingga pada suatu sore, aku bertemu dengan Rey di sebuah taman. Aku kebetulan jalan-jalan disana sendirian untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang selama ini menggangguku. Dan, Rey pun menyapaku.
“Sendirian aja Sin?” tanya Reyhan
“Iya Rey. Kamu juga sendirian?” tanyaku balik
“Iya, kamu ngapain disini? Akhir-akhir ini, aku sering melihatmu murung dan berdiam diri. Gak seperti Sinar yang biasanya. Sinar yang periang dan lucu. Ada apa?” tanya Reyhan khawatir
Akupun duduk di sebuah bangku taman, dan mulai bercerita apa yang selama ini aku alami pada Reyhan.
“Rey, kamu gak akan pernah ngerti apa yang selama ini aku rasain.” Kataku, memulai pembicaraan
“Apa maksudmu Sin?” tanya Reyhan
“Aku mencoba buat menjadi seorang yang periang dan lucu dihadapan semua orang, tapi itu hanya kebohongan yang besar. Aku rapuh Rey, aku pecundang, aku hancur!” kataku seraya menitikkan air mata
“(sambil memelukku yang sedang menangis) kata siapa? Kamu gadis yang kuat Sinar. Kamu itu adalah inspirasi bagi penderita leukimia yang lain. Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Apa yang membuat kamu berfikir seperti itu setelah kamu bisa melupakan penyakitmu dan mencoba menjadi periang didepan orang-orang yang mengkhawatirkanmu? Kamu itu gadis yang luar biasa! Kamu tau itu Sinar? Kamu tau kenapa kamu menjadi gadis yang luar biasa? Karena kamu masih bisa tersenyum disaat kamu sedang susah, kamu masih bisa tertawa, dan kamu juga bisa membuat orang lain tertawa. Kamu luar biasa!” kata Reyhan memberiku semangat
“(tersenyum) makasih Rey, kamu udah ngajarin aku hal baru. Kamu baik banget. Sekarang, aku bakalan coba buat jadi Sinar yang dulu lagi. Makasih yah Rey. (memeluk Reyhan)”
“Iya Sinar, oiya ada satu hal lagi yang pengen aku sampein ke kamu.” Kata Reyhan membuatku penasaran
“Apa?” tanyaku
“Selama ini, ada sebuah bintang yang bersinar terang dihatiku. Aku ingin memiliki bintang itu. Ingin sekali. Bintang itu bernama Sinar.” Kata Reyhan
“Maksudmu?” tanyaku lagi
“Aku mencintai kamu Sinar. Aku sayang sama kamu. Kamu mau kan jadi pacarku?” kata Reyhan membuat jantungku serasa berhenti berdetak
Tuhan. Hatiku serasa melayang mendengar perkataan Reyhan. Aku juga mencintainya, sangat sangat mencintainya. Terimakasih Tuhan, Engkau mengirimkanku seorang malaikat yang akan terus menuntunku kearah yang benar. Akupun mengiyakan pertanyaan Reyhan, yang berarti aku mau menjadi kekasihnya. Reyhan ternyata sama denganku, dia juga sangat senang mendengar jawabanku. Terimakasih Tuhan.
Beberapa bulan kemudian . . . . .
Sudah 2 bulan aku pacaran dengan Reyhan. Hubungan kami sangat akur. Aku semakin lama semakin mencintainya. Hingga bencana itu datang. Bencana yang selama ini aku takutkan. Yah, leukimia. Penyakit itu semakin ganas. Dia tidak mau lagi bertoleransi dengan tubuhku. Hingga akhirnya, aku harus dirawat dirumah sakit. Sedih memang, aku tidak bisa melihat Reyhan yang selalu menghiburku, kemana dia? Mengapa dia tidak datang menengokku. Ya Tuhan, ada apa dengan Reyhan?
Sudah seminggu aku dirawat dirumah sakit, tapi Reyhan tidak juga menengokku. Apakah Reyhan sudah mulai bosan dengan wanita penyakitan seperti aku? Ah, itu tidak mungkin! Reyhan sangatlah menyayangiku. Sampai suatu hari, penyakitku semakin parah. Aku sudah tidak sanggup lagi untuk berkata-kata. Dan hari itu, Reyhan datang dengan membawa sebuah cake kesukaanku. Ya Tuhan, Reyhan sengaja membelikan cake itu untukku? Senangnya..
“Gimana? Udah enakan?” tanya Reyhan
“(menggeleng) pe-nya-kit-ku se-ma-kin pa-rah Rey. A-ku ti-dak bi-sa ba-nyak ber-bi-ca-ra.” Jawabku dengan terbata-bata
“(menangis sambil memelukku) maafkan aku Sinar, aku tidak pernah ada disaat kamu membutuhkanku. Aku benar-benar tidak berguna buatmu Sinar. Maafin aku. Ini, aku bawakan cake kesukaanmu. Selama ini, aku kursus masak sepertimu, agar aku bisa membuatkan kamu sesuatu. Seperti cake ini. Gimana, kamu suka gak?” tanya Reyhan sambil terus menangis
“(mengangguk) i-ya, gak pa-pa. Rey-han, a-ku sa-yang ka. . . . . .
“Sinar, Sinar!! Bangun Sinar! Kamu kenapa? Jangan tinggalin aku Sinar!!! Sinaaaaaarrrrrr!!!” teriak Reyhan
Sinarpun meninggal. Dia menitipkan secarik kertas untuk Reyhan. Yang isinya. . .
To : Reyhan sayang
Ketika pemilik sepasang mata yang indah itu menjadi milikku, aku sangat senang. Bahkan, sulit rasanya untuk aku percaya kalau aku adalah pacarmu. Aku menyayangimu Rey. Meskipun aku udah gak ada disisi mu, tapi percayalah kalau aku akan selalu ada dihatimu. Aku akan selalu hidup disana, menemanimu sampai kapanpun. Aku sayang kamu Rey.
Sinar
Reyhanpun menangis. Dia sadar kalau dia benar-benar mencintai Sinar. Sosok wanita yang membuat hidupnya menjadi lebih berwarna. Yang selalu memberi tawa dihidupnya. Dialah Sinar, Sinar Mentari yang sangat dia sayangi. Yang untuk hari ini dan seterusnya, akan hidup dihati Reyhan meskipun sosoknya sudah tidak bisa lagi dilihat..
bg yandre pramana putra
0 komentar:
Posting Komentar